-->

Saatnya Industrialisasi Desa, Prasyarat Revolusi Pasar Digital Rakyat Indonesia


BANDARLAMPUNG - Tampil di penghujung seminar, beban psikologis narasumber terakhir umum melanda, demi menggairahkan audiens kembali berbinar.

Situasi ini justru dimanfaatkan CEO Darmajaya Corporation Davit Kurniawan, saat berbicara pada Seminar Digital Solution for Farming Industry, yang digelar Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Lampung, di Ballroom Hotel Swiss-bel, Bandarlampung, Jum'at (3/8/2018).

Tampil atraktif, talent usaha rintisan (start-up) pengampu platform marketplace WarungTetangga.id, ebumdes.id, SmartNetizen.id, dan ronda.id, jebolan Institut Informatika dan Bisnis (IIB) Darmajaya itu membawakan materi Digitalisasi Ekosistem Ekonomi Desa Menuju Revolusi Pasar Digital Rakyat.

Dipaparkan Davit, saat bicara soal desa, jutaan inspirasi lahir dari sana. Satu inspirasi bisa lahirkan berjuta tantangan, dan itu peluang bagi Indonesia yang punya 74.759 desa.

"Tiga tahun terakhir, peluang itu bernama Dana Desa. Dulu desa harus sabar menunggu dana hibah pemerintah, sekarang sudah punya Dana Desa. Desa pun kaya fungsi, negara punya BUMN, desa juga punya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)," kata dia.

"Ada yang pernah ke Desa Pandak, Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah? Di sana sekarang dari sisa hasil usaha BUMDes, warga desanya bisa gajian, bisa bikin yang namanya satu rumah satu sarjana, punya obyek ekowisata desa, kerjasama dengan investor Korea mengelola pabrik wig (rambut palsu, Red) dan bulu mata. Keren apa keren?" bebernya.

"Pak Rasito, kepala desanya, sampai dapat penghargaan dari Presiden Jokowi. Dari Dana Desa yang satu milyaran, 90 persen alokasi sejak tahun pertama dia fokuskan bangun BUMDes. Awalnya ditentang warga, setelah balik modal, warga satu desa berbalik mendukung penuh. Ini contoh sukses. Lihat sekarang, pemuda desa yang dulu enggan kini beramai-ramai pulang ke desa," ungkap Davit.

Menurut dia, metamorfosis terjal BUMDes yang semula masih dipandang sebelah mata, kian waktu justru makin membentuk watak sejatinya sebagai pionir pertumbuhan perekonomian desa, pemerataan akses ekonomi redistributif, dan penggerak nadi pembangunan desa.

"Bapak Ibu cermati, wajah desa kita berubah nggak? Desa tidak berubah, (selama) tidak ada pertumbuhan ekonomi di sana. Kenapa? Karena tidak ada industrialisasi desa," lugasnya.

"Nah, datangnya era BUMDes, yang beda dengan koperasi karena kalau BUMDes semua warga ber-KTP desa setempat otomatis bisa jadi pemilik sahamnya, kita jadi optimis. Dorong BUMDes jadi investor, kembangkan ekonomi desanya," tambah dia.

Dapat dibayangkan, lanjutnya, "Indonesia ada 74.759 desa. Kalau satu desa satu BUMDes, satu desa satu start-up, BUMDesnya itulah start-upnya, artinya kita bisa punya 74.759 start-up. Berapa nilai tambah ekonomi yang bisa ditransaksikan? Apa ini nggak luar biasa?" tambahnya berseru, disambut gemuruh aplaus dua ratusan peserta itu.

"Benar, desa masih ada yang terkendala terbatasnya modal, tak jadi soal. Tinggal ketepatan model bisnisnya yang dimantapkan, skemanya bagaimana? Kolaborasi," tandasnya.

 Davit menegaskan, hanya dengan kolaborasi antarpemangku, baik dari ekosistem ekonomi desa itu sendiri, maupun dengan mengundang hadir jejaring investor, kalangan industri, para inovator, jaringan pakar kampus, juga instrumen negara.

"Jaga tanggul ekonomi desa, batasi waralaba asing masuk, caranya, ya, masyarakat wajib beli produk unggulan desanya (PruDes, Red) sendiri. Tahun lalu, pemerintahan Jokowi juga sudah meluncurkan Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (PruKaDes), manfaatkan itu untuk pertukaran produk antardesa," ucap dia.

Darmajaya Corporation, perusahaan start-up yang diampunya, diakui Davit, menjadikan skema kolaborasi ini sebagai ujung tombak memassalkan penetrasi digitalisasi ekonomi desa bersama para mitra strategisnya.

"Kerja bersama. Dari itulah, kami bersama Desindo, mitra BUMDes, kami gandeng OJK, Inshaallah BI juga, kami gandeng perusahaan transporter untuk meretas kendala distribusi barang PruDes semua medan alam, fasilitasi desa jual PruDesnya lewat marketplace kami WarungTetangga, semua lini kami kerjakan," imbuh dia lagi.

"Bersama OJK, kami ada pilot percontohan pendirian Badan Usaha Milik Antar Desa (BUMADes) di Lampung dan sedikitnya 374 desa di Jawa Tengah, serta sosialisasi dan pendirian Bank Wakaf Mikro (BWM) guna tercapainya target inklusi keuangan nasional," sambung dia pula.

"Sebagai start-up, secara bottom up kami juga terus keliling desa bareng Bunda Rina (Ketua Umum Desindo Zaidirina, Red) memfasilitasi pendirian BUMDes dan BUMADes. Setelahnya terus kami dampingi, agar bisa berbisnis, punya modal punya usaha. Bahkan tanpa menganggu satu sen pun dana desa, justru sebaliknya."

"Terwujudnya inklusi keuangan terkelola baik di desa, akan jadi sinergi luar biasa mendorong digitalisasi ekonomi desa, sekaligus energi dahsyat memajukan industrialisasi desa agar tercipta revolusi pasar digital rakyat," tutupnya.

Selain Davit, turut hadir berbicara pada seminar bagian rangkaian Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Regional Sumatera 2018, 2-5 Agustus, yang dimoderatori pakar agrobisnis Faperta Unila Hanung Ismono itu, CEO i-Grow Andreas Senjaya, CEO i-Fishery Gibran Huzaifah, Kadiv Tekfin DKSP BI Susiati Dewi, dan Ketua Umum Yayasan Desapolitan Indonesia (Desindo) Zaidirina. [red/mzl]

0 Komentar

Lebih baru Lebih lama