-->

LFJ, Sebut PT Pusri Langgar UU No.39 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2009


PALEMBANG,TRIBUNUS.CO.ID - Pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT. Pusri berupa pencemaran amoniak adalah sebuah pelanggaran hukum, hal ini disampaikan H. Mohamad Jamil SH., M.Si pada acara Konferensi Pers Kamis (8/11) kemarin.

Jamil selaku Ketua Law Firm Justicentra (LFJ) mengutarakan pernyataan sikap, meminta kepada pihak berwenang untuk melakukan tindakan hukum terhadap PT.Pusri. Yang telah mencemari lingkungan mengakibatkan beberapa warga keracunan amoniak (unsur kimia yang beracun).

Ketua LFJ juga meminta Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumatera Selatan Untuk benar benar mengevaluasi dampak Operasional PT Pusri terhadap lingkungan jika harus Operasional PT Pusri untuk dihentikan sebelum adanya perbaikan dan jaminan tidak akan terjadi lagi hal serupa.

PT. Pusri suda lakukan pencemaran amoniak berkali- kali dan telah merugikan kesehatan baik fisik maupun jiwa warga sekitar bahkan dapat mengancam nyawa mereka tuturnya.

Persoalan lingkungan hidup manusia yang tercemar oleh aktivitas industri PT. Pusri merupakan pelanggaran hukum yang berat karena bertentangan dengan UUD 1945 dan UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM serta UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup," jelas Jamil saat acara Konferensi Pers di JCO Palembang Icon (PI).

Jamil membeberkan pula  mengingat pasal 87 ayat (1) UU No.32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berbunyi "Tiap penanggung jawab usaha atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi atau melakukan tindakan tertentu," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa dengan pelanggaran tersebut mestinya pihak yang berwenang mengetahui dan dilakukan tindakan hukum berdasarkan sanksi administratif yakni UU No. 32 tahun 2009 pasal 99 yang berbunyi:

1. Setiap orang yang kena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan penjara paling singkat satu (1) tahun dan paling lama tiga (3) tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000.00,- (satu miliar rupiah) dan paling tinggi Rp. 3.000.000.000.00,- (tiga miliar rupiah).

2. Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang terluka atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat dua (2) tahun dan paling lama enam (6) tahun dengan denda paling sedikit Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) dan paling banyak  Rp.6.000.000.000,- (enam miliar rupiah).

3. Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana paling singkat tiga (3) tahun dan paling lama sembilan (9) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 9.000.000.000,- (sembilan miliar rupiah).

"Berdasarkan pasal 94 selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, PNS tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diberi wewenang sebagai penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan tindakan pidana lingkungan hidup, jadi jelas disini siapa yang punya kewenangan," tandas Jamil.

Saat dikonfirmasi Kapolda Sumsel Irjen. Pol. Drs. Zulkarnain Adinegara via telepon whatsapp ia mengaku belum mengetahui kelanjutan kasus pencemaran amoniak PT. PUSRI tersebut dan meminta para awak media berkoordinasi dengan Poltabes Palembang.

Kalau bagian ini bisa ditanyakan kepada pak Wahyu di Polresta, saya belum mengetahui kelanjutannya nanti saya tanyakan pula," ungkap Zulkarnain mengakhiri sambungan telepon.

Pewarta : roni
Sumber : Indonesiasatu.co.id

0 Komentar

Lebih baru Lebih lama