-->

Menkeu Sri Mulyani Kinerja APBN 2018 Terbaik, Sementara Muhammad Said Didu, Itu Kebohongan




JAKARTA,TRIBUNUS.CO.ID - Pencapaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 diklaim penuh keberhasilan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan realisasi APBN 2018 sangat optimal ditandai dengan pendapatan negara Rp1.942,3 triliun atau 102,5 dari target Rp1.894,7 triliun.

Menurut Menkeu pencapaian ini merupakan kali pertama penerimaan negara lebih besar dari target yang dicanangkan. Capaian 2018 merupakan kinerja terbaik selama lima tahun terakhir, di mana penerimaan negara selalu dibawah target APBN. Jika dibandingkan dengan 2015, penerimaan negara memiliki selisih Rp 11,9 triliun dan terus membaik menuju 2017.

Menkeu menyatakan apresiasinya atas capaian dan kinerja jajarannya tahun 2018. Beberapa indikator utama capaian kinerja yang sangat membanggakan antara lain, tidak mengundang-undangkan APBN Perubahan dan tahun 2018, ditutup dengan penerimaan negara di atas 100%, belanja negara mencapai 97%, dan defisit keseimbangan primer (primary balance deficit) dibawah 2% sejak tahun 2012.

Pencapaian itu berhasil diraih meski perekonomian global sedang bergejolak dan berdampak juga terhadap Indonesia.

“Saya berterima kasih bahwa kita semua telah berhasil menyelesaikan tahun 2018. APBN kita total penerimaan negara mungkin akan mencapai di atas 100%. Jadi ini adalah sesuatu yang sangat baik. Ini merupakan suatu milestone,” puji Menkeu melalui keterangan tertulisnya.

Adapun rincian realisasi APBN 2018 adalah pendapatan dalam negeri Rp1.928,4 triliun atau 101,8% dari target APBN dan tumbuh 16,5% dari tahun sebelumnya. Penerimaan perpajakan nilainya Rp1.521,4 triliun atau 94% dari target APBN dan tumbuh 13,2% dari tahun sebelumnya.

Sementara penerimaan negara bukan pajak (PNBP) nilainya Rp407,1 triliun atau 147,8% dari target APBN dan tumbuh 30,8% dari tahun sebelumnya. Sedangkan penerimaan hibah Rp13,9 triliun atau 1.161,4% dari target APBN dan tumbuh 19,5% dari tahun sebelumnya.

Adapun total belanja negara mencapai Rp2.202,2 triliun atau 99,2% dari target APBN 2018 dan tumbuh 9,7% dari tahun sebelumnya. Terdiri dari belanja pemerintah pusat yang nilainya Rp1.444,4 triliun atau 99,3% dari target APBN 2018 dan tumbuh 14,2% dari tahun sebelumnya.

Termasuk belanja kementerian/lembaga mencapai Rp 836,2 triliun atau 98.7% dari target APBN dan tumbuh 9,3% dari tahun sebelumnya. Belanja non kementerian/lembaga mencapai Rp 608,2 triliun atau 100,2% dari target APBN dan tumbuh 21,6% dari tahun sebelumnya.

Sementara transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp757,8 triliun atau 98,9% dari target APBN dan tumbuh 2,1% dari tahun sebelumnya. Transfer ke daerah Rp697,8 triliun atau 98,8% dari target APBN dan tumbuh 2,3 dari tahun sebelumnya.

Realisasi dana desa sebesar Rp59,9 triliun atau 99,8% dari target APBN 2018 dan tumbuh 0,2% dari tahun sebelumnya. Lewat hasil ini, nilai keseimbangan primer sampai akhir tahun masih negatif 1,8%. Artinya pemerintah sampai akhir tahun masih gali lubang tutup lubang, alias berhutang untuk membayar bunga utang.

Sementara defisit anggaran sampai akhir tahun 2018 adalah 1,76% dari PDB atau nominalnya Rp 259,9 triliun. 

Persoalannya adalah, ada beberapa paparan Menkeu yang kurang akurat meskipun angkanya benar. Sehingga menimbulkan polemik dan perdebatan yang kurang enak didengar. Mungkin saja karena emosional sang Menkeu dalam memaparkan sehingga penafsirannya berlebihan.

Beberapa persoalan itu adalah, pertama, sebagaimana diungkap oleh mantan Staf Khusus Menteri ESDM Muhammad Said Didu menilai Menkeu berbohong soal penerimaan negara lebih besar dari target yang dicanangkan itu adalah yang pertama dalam sejarah. Sebab pada 2008 dimana Menkeunya saat itu juga Sri Mulyani, bahkan penerimaan negara 7% lebih tinggi dari target APBN saat itu.

“Intinya, mari kita berbicara jujur bahwa pernah ada dalam sejarah pencapaian APBN 7% lebih tinggi. Saat ini baru 2,5% lebih tinggi dari target APBN,” celoteh Said Didu dalam twitternya.

Pernyataan Sri kali ini dianggap bukan pernyataan jujur soal pencapaian APBN, tapi lebih dianggap pernyataan jujur dari sisi politis. Mungkin saja Sri ingin menyenangkan Presiden Jokowi bahwa seolah-olah di zaman Jokowi pencapaian APBN terbaik. Di sini ada masalah ‘kejujuran APBN’ dan ‘kejujuran politik’.

Pewarta : rn
Sumber : Nusantara.news

0 Komentar

Lebih baru Lebih lama