-->

Sejarah Kapal Selam Pertama Yang Pernah Dimiliki Indonesia

Masa kejayaan kapal selam diraih Indonesia pada tahun 1962. Betapa tidak, ketika akan menggelar operasi militer merebut Irian Barat, Indonesia memiliki 12 kapal selam Whiskey class dari Uni Soviet.

Tidak ada negara di belahan Bumi selatan yang memiliki kekuatan laut sebesar Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) saat itu.

Awal mula Indonesia memiliki kapal selam, menurut Laksma (Pur) RP Poernomo yang menjadi komandan kapal selam pertama Indonesia, RI Tjakra, ketika pada 5 Agustus 1958 Indonesia mengirim dua pasang calon awak kapal selam yang berjumlah 112 orang untuk dilatih di luar negeri.

Dikutip dari buku "Kapal Selam Indonesia" (2008) yang ditulis Indroyono Soesilo dan Budiman, seluruh personel itu diberangkatkan dari Dermaga Ujung, Surabaya dengan kapal penumpang Norwegia MV Heinrich Jessen.


Perjalanan melalui Terusan Suez di Mesir kemudian menuju salah satu pelabuhan di Yugoslavia. Saat itu seluruh kru harus mengaku kalau akan latihan di Yugoslavia. Padahal di situ hanya mampir sejenak, setelah tiga minggu perjalanan.

Dari Yugoslavia, perjalanan dilanjutkan menuju Polandia dengan kereta api khusus, melintasi beberapa negara Eropa timur. Setelah melakukan perjalanan tanpa henti, akhirnya mereka tiba di Polandia. Beruntung ketika itu musim panas.

Kereta api berhenti di stasiun kecil bernama Gdynia di dekat Kota Gdansk. Sebelum Perang dunia II, Gdansk adalah kota di wilayah Jerman yang bernama Danzig.

Dari stasiun ini rombongn diangkut dengan bus menuju asrama di Desa Oxyvia yang terletak di tepi pantai.

Sebelum memasuki kompleks asrama, semua personel disemprot dengan sejenis zat kimia pembasmi serangga. “Awalnya kami marah tidak mau disemprot, namun karena ini peraturan akhirnya kami menerima saja,” ungkap Laksma (Pur) RP Poernomo, komandan kapal selam pertama.

Poernomo adalah komandan RI Tjakra 401pertama sekaligus Komandan Divisi Kapal selam pertama.

Menurut pria kelahiran Surabaya, 18 Agustus 1926 ini, masyarakat di sekitar asrama sangat ramah dan sopan.


Buku sejarah Kapal Selam Indonesia.
Meski ramah, awak Indonesia merasa kesulitan berkomunikasi. Umumnya warga tidak mengerti bahasa asing lain, hanya beberapa generasi tua yang mengerti bahasa Jerman.

Ada peristiwa menarik yang tidak bisa dilupakan
Poernomo, ketika salah seorang kelasi masuk angin.

Seluruh badannya dikeroki teman yang lain. Karena yang ngerokin pintar, garis kerokannya lurus dan rapi. Pagi harinya ada inspeksi asrama dan kelasi yang sakit ini diperiksa dokter.

Ketika diperiksa, dokter kaget mengetahui ada garis-garis merah di punggung kelas ini. Dokter Polandia itu pun takut. Ia lalu menghubungi atasannya dan melaporkan ada penyakit sangat aneh yang belum dijumpainya.

Tak berapa lama, tim dokter datang. Mereka khawatir
penyakit lepra.

"Di Polandia mayorita penduduknya khatolik. Penyakit lepra menurut kepercayaan mereka merupakan sebuah kutukan,” ujar Poernomo.

Situasi menjadi tegang, tim dokter meminta kelasi
itu harus diisolasi di sebuah gerbong kereta api lalu diasingkan di tempat
terpencil. Bahkan bekas tempat tidurnya pun harus dibakar.

“Kami protes dan menjelaskan kebiasaan di Indonesia untuk memberikan kerokan kepada orang yang kurang enak badan. Maklum, istilah masuk angin tidak dikenal di Polandia.”

Beruntung ketika itu ada seorang dokter yang sudah pensiun, mengerti mengenai sistem melebarkan pori-pori pada kulit sebagai bagian dari terapi. Alhasil kelasi tadi tidak jadi diasingkan.

Berlatih
di Polandia

Latihan untuk awak kapal selam Indonesia dilaksanakan di Gdynia di dekat Gdansk. Poernomo dan seluruh awak tidak tahu kalau akan latihan di kapal selam Rusia.

Sebelum berangkat mereka hanya diberi tahu tujuannya ke Yugoslavia, sama sekali tidak tahu akan dilatih menjadi awak kapal selam buatan Rusia di Polandia dengan semua instruktur orang Rusia. Akhirnya komunikasi pakai bahasa Tarzan.

Untungnya istilah di kapal selam banyak menggunakan bahasa teknis  sehingga tidak terlalu rumit, karena biasanya berasal dari bahasa Belanda.

Alhasil latihan selama sembilan bulan itu berjalan lancar. Instruktur juga cukup sabar, dan sudah punya pengalaman sebelumnya melatih angkatan laut Mesir.

Menurut para instruktur, orang Mesir dengan orang
Indonesia sangat berbeda. Selama latihan, semua anggota dari Indonesia baik
perwira, bintara, tamtama, semuanya tinggal di satu asrama. Sedangkan orang
Mesir, perwiranya tidur di hotel sedangkan anak buahnya di asrama. Kata mereka
lagi, orang Mesir susah untuk menurut.

Ketika akan menjalani latihan praktik, seluruh kru dibawa ke laut. Saat itu musim dingin dengan suhu mencapai – 10 derajat Celcius.

Kondisi ini membuat ruangan di dalam kapal selam terasa nyaman dan sejuk. Bukan apa-apa, suhu di dalam Whiskey-class terbilang panas sekali karena memang dirancang untuk daerah kutub.

Pada ujian akhir, kru dites untuk menyelam cepat alias crash dive. “Kami harus bisa menyelamkan kapal dari posisi berlayar di atas air dengan dua mesin diesel maju penuh dan mendadak diperintahkan untuk menyelam secepat mungkin. Waktunya juga dicatat."

Menurut persyaratannya, kapal harus bisa menyelam
dalam tempo 45 detik. Biasanya kapal-kapal selam Rusia yang sudah berpengalaman
bisa mencapai 40 detik.

Usai melakukan penyelaman cepat, saat mencapai
kedalaman 14 meter, kapal meneruskan pelayaran di bawah air dengan tenaga motor
elektrik sebagai pendorong.

“Kami bersyukur, waktu crash dive yang tercatat adalah 42 detik,” ungkap Poernomo.

Beberapa penguji hampir tidak percaya pada angka di stop watch-nya. Komandan kapal selam menangguk-anggukan kepalanya sambil berkata, prawilna yang artinya benar.

Seorang laksamana Rusia juga ikut tersenyum dan mengatakan kru Indonesia horosho alias bagus. Pada saat ujian akhir, KSAL Laksamana TNI R. Subiyakto khusus datang menyaksikan.

Saat itu yang menguji adalah Tim Komisi Pengujian,
bukan instruktur yang sudah mereka kenal.

Dengan demikian, seluruh kru Indonesia dinyatakan
lulus dan berhak menerima brevet kapal selam.

Sukses ini mendapat pujian dari KSAL. Poernomo masih ingat kata-kata Subiyakto saat pamitan dalam bahasa Belanda. “Ik benyd  u (saya iri pada mu). Cita-cita saya dulu menjadi komandan kapal selam.”

Selama 9 bulan, Poernomo dan awak kapal selam
Indonesia mengenyam pendidikan dan latihan dari AL Uni Soviet. Mereka
menggunakan kapal selam Soviet, Whiskey-class,
menyelam di Laut Baltik dan dilatih untuk menghadapi beragam situasi.

Usai menjalani latihan, awak kapal dari kedua kapal selam tadi kembali ke tanah air, kecuali komandan dan kepala kamar mesin (KKM).

Dua komandan dan dua KKM masih mendapat tugas tambahan. Mereka belajar mengenai organisasi, bantuan logistii dan pemeliharaan kapal selam di beberapa instalasi angkatan laut di Polandia.

beni-mylesat-alri




0 Komentar

Lebih baru Lebih lama