-->

FITRA Menilai, Pemprov Sumsel Tidak Serius dan Lalai Urus Rakyatnya

Foto Spesial Koordinator Fitra Sumsel Nunik Handayani 
PALEMBANG, TRIBUNUS.CO.ID - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumsel melalui koordinatornya Nunik Handayani telah mengomentari Anggaran Anggaran Sumsel yang saat ini mengalami stagnasi, dengan siaran pers pada hari Sabtu (18/1/2020).


Nunik menyatakan bahwa Draft Anggaran Draft seharusnya telah ditetapkan oleh peraturan daerah (Desember) pada 31 Desember.

Namun, ini tidak berlaku untuk pemerintah Provinsi Sumatera Selatan. Saat ini (pertengahan Januari 2020), tampaknya Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan tidak memiliki anggaran sebagai dokumen panduan dalam pengembangan provinsi Sumatera Selatan.

Sebagai hasil dari Pertemuan Tingkat Tinggi Majelis Provinsi X Majelis Provisional, yang mengeluarkan ratifikasi Peraturan Anggaran pada tanggal 13 Januari 2020, ia ditunda ke waktu yang tidak terbatas, karena kepala daerah.

Ini menunjukkan suatu kelalayan dan kurangnya tata kelola di provinsi Sumatera Selatan untuk melindungi rakyatnya melalui pembangunan yang seharusnya menjadi kewenangan pemerintah Sumatera Selatan.

Dibuktikan dengan lambannya pengembangan dokumen tentang dokumen perencanaan pembangunan (regulasi anggaran). Penundaan dalam persetujuan Anggaran sengaja dilakukan tanpa upaya untuk segera menyelesaikan proses anggaran untuk disahkan menjadi Peraturan Anggaran yang akan digunakan sebagai dokumen wajib sebagai panduan untuk melaksanakan pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan.

DPRD adalah lembaga legislatif yang tujuan utamanya adalah untuk memberikan kritik dan kehati-hatian kepada eksekutif (kepala daerah) dalam proses pembentukan Anggaran sesuai dengan prosedur hukum administrasi yang ditetapkan dalam aturan hukum, sehingga dapat bertindak sebagaimana seharusnya diatur.

Salah satu diantaranya adalah dalam peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sudah sangat jelas mengatur jadwal penyusunan APBD. Bahwa APBD untuk tahun anggaran berkenaan, tahapan penyusunannya dilaksanakan pada tahun anggaran sebelumnya yaitu meliputi:

Penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) oleh Kepala Daerah maksimal akhir Mei (Pasal 82 ayat 2);

Penyampaian rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) kepada DPRD maksimal pertengahan Juni (Pasal 87 ayat 1);

Kesepakatan KUA dan PPAS antara Kepala Daerah dengan DPRD maksimal minggu ke-1 Juli (Pasal 87 ayat 3);

Penetapan pedoman penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) dalam bentuk peraturan Kepala Daerah untuk disampaikan kepada para Kepala SKPD maksimal awal Agustus (Pasal 89 ayat 5);

Penyusunan RKA Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA SKPD) dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (RKA PPKD) dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan September (Pasal 90 s/d 99);

Penyampaian Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) kepada DPRD untuk dibahas dengan Panitia anggaran maksimal awal Oktober (Pasal 104 ayat 1);

Persetujuan bersama antara Kepala Daerah dengan DPRD atas RAPBD maksimal satu bulan sebelum pelaksanaan anggaran (Pasal 105 ayat 3c), dengan demikian alokasi pembahasan RAPBD disediakan waktu selama 2 bulan (Oktober dan November);

Penyampaian RAPBD kepada Menteri Dalam Negeri untuk RAPBD Provinsi dan kepada Gubernur untuk RAPBD Kabupaten/Kota untuk dilakukan evaluasi maksimal 3 hari setelah tanggal persetujuan bersama (Pasal 110 ayat 1 dan Pasal 111 ayat 1);

Evaluasi RAPBD oleh Menteri Dalam Negeri untuk RAPBD Provinsi dan oleh Gubernur untuk RAPBD Kabupaten/Kota maksimal selama 15 hari (Pasal 110 ayat 5 dan Pasal 111 ayat 5);

Perbaikan RAPBD atas hasil evaluasi maksimal selama 7 hari setelah diterimanya hasil evaluasi (Pasal 110 ayat 7 dan Pasal 111 ayat 7);

Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD (Perda APBD) dan peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD maksimal tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya (Pasal 116 ayat 2).

Dengan keterlambatan ratifikasi UU Anggaran dapat dikatakan bahwa dalam hal ini Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah mengabaikan aturan yang ada, dan juga telah mengabaikan kepentingan masyarakat Sumatera Selatan secara lebih luas.

Karena keterlambatan dalam proses persetujuan anggaran, proses pengembangan itu sendiri akan otomatis dan akan dijamin bahwa implementasi pengembangan tidak akan optimal. ”Bagaimana cara membelanjakan kualitas jika anggaran harus digunakan dalam 11 bulan sehingga hanya 9 atau 8 bulan.

Akibatnya, pada akhir tahun mereka akan menggosok anggaran mereka, dan bahkan lebih sering karena penyerapan anggaran yang tinggi, pengeluaran oleh pemerintah daerah akan menjadi buruk. Jadi tujuan pembangunan diharapkan, yaitu untuk menciptakan kesejahteraan rakyat hanya dalam ekspresi kata-kata, belum dalam tahap implementasi.

Editor: rn /nk

0 Komentar

Lebih baru Lebih lama