-->

Sri Vijaya Empire, Kisah Kejayaan Kerajaan Sriwijaya



Sejak permulaan tarikh Masehi, hubungan dengan dagang antara, India dengan Kepulauan Indonnesia sudah ramai. Daerah pantai timur Sumatra menjadi jalur perdagangan yang ramai di kunjungi para pedagang.

Kemudian, muncul pusat-pusat perdagangan yang berkembnag menjadi pusat kerajaan. Kerajaan-kerajaan kecil di pantai Sumatra bagian timur sekitar abad ke-7, antara lain Tulangbawang, Melayu, dan Sriwijaya. Dari ketiga kerajaan itu , yang kemudian berhasil berkembang dan mencapai kejayaannya adalah Sriwijaya. Kerajaan Melayu juga sempat berkembang, dengan pusatnya di Jambi.

Pada tahun 692 M, Sriwijaya mengadakan ekspansi ke daerah sekitar Melayu. Melayu dapat ditaklukkan dan berada dibawah kekuasaan Sriwijaya. Letak pusat Kerajaan Sriwijaya ada berbagai pendapat. Ada yang berpendapat bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya ada di Palembang, ada yang berpendapat di jambi, bahkan ada yang berpendapat di luar Indonesia.

Akan tetapi, pendapat yang banyak didukung oleh para ahli, pusat Kerajaan Sriwijaya berlokasi di Palembang, di dekat pantai dann di tepi Sungai Musi. Ketika pusat Kerajaan Sriwijaya di Palembang mulai menunjukan kemunduran, Sriwijaya berpindah ke Jambi.   


Sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya yang penting adalah prasasti. Prasasti-prasasti itu di tulis dengan huruf pallawa. Bahasa yang dipakai Melayu Kuno. Beberapa prasasti itu antara lain sebagai berikut.

Prasasti Kedudukan Bukit
Prasasti Kedudukan Bukit ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang. Prasasti ini berangka tahun 605 Saka (683 M). Isinya antara lain menerangkan bahwa seorang bernama Dapunta Hyang mengadakan perjalanan suci (siddhayatra) dengan menggunakan perahu. Ia berangkat dari Minangatamwan dengan membawa tentara 20.000 personel.

Prasasti Talang Tuo
Prasasti Talang Tuo ditemukan disebelah barat Kota Palembang di daerah Talang Tuo. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (684 M). Isinya menyebutkan tentang pembangunan sebuah taman yang disebut Sriksetra. Taman ini dibuat oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga.   


Prasasti Telaga Batu
Prasasti telaga Batu ditemukan di Palembang. Prasasti ini tidak berangka tahun. Isinya terutama tentang kutukan-kutukan yang menakutkan bagi mereka yang berbuat kejahatan.

Prasasti Kota Kapur
Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka, berangka tahun 608 Saka (656 M). Isinya terutama permintaan kepada para dewa untuk menjaga kedatuan Sriwijaya, dan menghukum setiap orang yang bermaksud jahat. 


Prasasti Karang Berahi
Prasasti Karang Berahi ditemukan di Jambi, berangka tahun 608 Saka (686 M). Isinya sama dengan isi Prasasti Kota Kapur. Beberapa prasasti yang lain, yakni Prasasti Ligor berangka tahun 775 M ditemukan di Ligor, Semenanjung Melayu, dan Prasasti Nalanda di India Timur. Di samping prasasti-prasasti tersebut, berita Cina juga merupakan sumber sejarah Sriwijaya yang penting. Misalnya berita dari I-tsing, yang pernah tinggal di Sriwijaya.

Perkembangan Kerajaan Sriwijaya

Ada beberapa faktor yang mendorong perkembangan Sriwijaya antara lain:

a. Letak geografis dari Kota Palembang. Palembang sebagai pusat pemerintahan terletak di tepi Sungai Musi. Di depan muara Sungai Musi terdapat pulau-pulau yang berfungsi sebagai pelindung pelabuhan di Muara Sungai Musi. Keadaan seperti ini sangat tepat untuk kegiatan pemerintahan dan pertahanan. Kondisi itu pula menjadikan Sriwijaya sebagai jalur perdagangan internasional dari India ke Cina, atau sebalikya. Juga kondisi sungai-sungai yang besar, perairan laut yang cukup tenang, serta penduduknya yang berbakat sebagai pelaut ulung.
b. Runtuhnya Kerajaan Funan di Vietnam akibat serangan Kamboja. Hal ini telah memberi kesempatan Sriwijaya untuk cepat berkembang sebagai negara maritim.
Perkembangan Politik dan Pemerintahan

Kerajaan Sriwijaya mulai berkembang pada abad ke-7. Pada awal perkembangannya, raja disebut dengan Dapunta Hyang. Dalam Prasasti Kedukan Bukit dan Talang Tuo telah ditulis sebutan Dapunta Hyang. Pada abad ke-7, Dapunta Hyang banyak melakukan usaha peluasan daerah.

Daerah-daerah yang berhasil dikuasai antara lain sebagai berikut.
⦁ Tulang-bawang yang terletak di daerah Lampung.
⦁ Daerah Kedah yang terletak di pantai barat Semenanjung melayu. Daerah ini sangat penting artinya bagi usaha pengembangan perdagangan dengan India. Menurut I-tsing, penaklukan Sriwijaya atas Kedah berlangsung antara tahun 682-685 M.

⦁ Pulau Bangka yang terletak dipertemuan jalan perdagangan internasional, merupakan daerah yang sangat penting. Daerah ini dapat dikuasai Sriwijaya pada tahun 686 M berdasarkan prasasti Kota Kapur. Sriwijaya juga diceritakan  berusaha menaklukkan Bhumi Java yang dimaksud adalah Jawa, khususnya Jawa bagian barat.

⦁ Daerah Jambi terletak di tepi Sungai batanghari. Daerah ini memiliki kedudukan yang penting, terutama untuk memperlancar perdagangan di pantai timur Sumatra. Penaklukan ini dilaksanakan kira-kira tahun 686 M (Prasasti Karang Berahi).
⦁ Tanah Genting Kra merupakan  tanah genting bagian utara Semenanjung Melayu. Kedudukan Tanah Genting Kra sangat penting. Jarak antara pantai barat dan pantai timur di tanah genting sangat dekat, sehingga para pedagang dari Cina berlabuh dahulu di pantai timur dan membongkar barang dagangannya untuk diangkut dengan pedati ke pantai barat. Kemudian mereka berlayar ke India. Penguasaan Sriwijaya atas Tanah Genting Kra dapat diketahui dari Prasasti Ligor yang berangka tahun 775 M.

⦁ Kerajaan Kalingga dan Mataram Kuno. Menurut berita Cina, diterangkan adanya serangan dari barat, sehingga mendesak Kerajaan Kalingga pindah ke sebelah timur. Diduga yang melakukan serangan adalah Sriwijaya. Sriwijaya ingin menguasai Jawa bagian tengah karna pantai Utara Jawa bagian tengah juga merupakan jalur perdagangan yang penting.   


Sriwijaya terus melakukan peluasan daerah, sehingga Sriwijaya menjadi kerajaan yang bersar. Untuk lebih memperkuat pertahanannya, pada tahun 775 M dibangunlah sebuah pangkalan didaerah Ligor. Waktu itu yang menjadi raja adalah Darmasetra.

Raja yang terkenal dari Kerajaan Sriwijaya adalah Balaputradewa. Ia memerintah sekitar abad ke-9 M. Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya berkembang pesat dan mencapai zaman keemasan. Balaputra dewa adalah keturunan dari Dinasti Syailendra, yakni putra dari Raja Samaratungga dengan Dewi Tara dari Sriwijaya. Hal tersebut diterangkan dalam Prasasti Nalanda. Balaputradewa adalah seorang raja yang besar di Sriwijaya. Raja Balaputradewa menjalani hubungan erat dengan Kerajaan Benggala yang saat itu siperintah oleh Raja Dewapala Dewa.

Raja ini menghadiahkan sebidang tanah kepada Balaputradewa untuk pendirian sebuah asrama bagi para pelajar dan siswa yang sedang belajar di Nalanda, yang dibiayai oleh Balaputradewa, sebagai “dharma”. Hal itu tercatat dengan baik dalam prasasti Nalanda, yang saat ini berada di Universitas Nawa Nalanda, India.

Bahkan bentuk asrama itu mempunyai kesamaan arsitektur dengan candi muara Jambi, yang berada di Provinsi Jambi saat ini. Hal tersebut menendakan Sriwijaya memperhatikan ilmu pengetahuan, terutama pengetahuan agama Buddha dan bahasa Sansekerta bagi generasi mudanya.

Pada tahun 990 M yang menjadi Raja Sriwijaya adalah Sri Sudamaniwarmadewa. Pada masa pemerintahan raja itu menjadi serangan Raja Darmawangsa dari Jawa bagian Timur. Akan tetapi, serangan itu berhasil digagalkan oleh tentara Sriwijaya.

Sri Sudamaniwarmadewa kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Marawijayottunggawarman. Pada masa pemerintahan Marawijayottunggawarman, Sriwijaya membina hubungan dengan Raja Rajaraya I dari Colamandala. Pada masa itu, Sriwijaya terus mempertahankan kebesarnya. 

0 Komentar

Lebih baru Lebih lama