-->

Marak Lagi Penebangan Ulin Liar Di Kalimantan, Warga Tonga Surati Presiden Jokowi





Kepada yth.

Presiden Republik Indonesia

Ir. H. Joko Widodo

Dengan penuh rasa cinta dan hormat kami.

Bapak Presiden,

Sebelumnya perkenankan kami memperkenalkan diri sebagai masyarakat desa Tongka, Kecamatan Gunung Timang, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Sebuah desa terpencil yang berjarak sekitar 300 KM sebelah Timur Laut kota Palangkaraya. Begitu terpencilnya sehingga akan sulit menemukan kami melalui Google Maps. Namun, bukan kemiskinan atau keterpencilan yang ingin kami sampaikan kepada Bapak. Melainkan, hal yang jauh lebih penting lagi. Tentang sisa harta kami satu-satunya. Harta yang begitu berharga. Bukan hanya berharga untuk desa kami, bahkan untuk Negara, bahkan sesunguhnya untuk seluruh umat Manusia. Singkat kata, harta itu bernama Hutan Datai Iayo Tanir nyeloi, yang masuk wilayah kawasan Hutan Lindung HPH Austral Byna.

Kami sempat dilanda rasa bangga, ketika hari Kamis, 2 Maret 2017, Bapak Presiden memilihkan Yang Mulia Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud untuk menanam Pohon Ulin di halaman Istana Merdeka. Itu adalah pohon kebanggaan kami. Bahkan pohon yang secara turun menurun kami hormati sebagai salah satu pelindung kelestarian Alam yang nyata. Kearifan lokal yang selama ini menuntun kami, sehingga selama berabad-abad kami hanya berani menebang Pohon Ulin untuk kepentingan Adat yang diatur dengan prasarat yang sangat ketat. Kearifan lokal itu saat ini telah membuktikan kebenarannya dengan ilmu pengetahuan kini diketahui, bahwa Pohon Ulin berkembang sangat lambat. Dalam satu tahun, diameter mereka hanya mampu bertambah kurang dari 1 cm. Sehingga untuk mampu memiliki diameter 50 cm, dibutuhkan waktu 1 abad lamanya. Jadi dapat dibayangkan, bila tidak ada upaya perlindungan dan konservasi, 10 tahun mendatang Pohon Ulin akan lenyap dari muka Bumi.

Bapak Presiden yang kami cintai,

Keistimewaan pohon Ulin yang juga dikenal sebagai Kayu Besi, ternyata mendatangkan ancaman bagi keberlangsungannya. Nilai ekonomis yang demikian besar membuat kearifan lokal terpinggirkan dan mengundang explorasi besar-besaran untuk kepentingan infrastruktur, perumahan massal, manufaktur, dan usaha ekonomi lainnya, yang tidak berimbang dengan perkembangan alaminya. Ancaman kepunahannya adalah keniscayaan. Bila pohon yang dikeramatkan (dalam tanda petik) saja bisa ditebang seperti ilalang, apalagi pohon-pohon lainnya? Maka, kerusakan hutan pasti menyusul. Dan bencana yang menyertai kerusakan Alam tidak mungkin ditolak kedatangannya.

Kami sudah menerima kiriman bencana itu. Tahun 2015, kemudian tahun 2016, setelah itu setiap tahunnya, desa, bahkan kecamatan, dilanda banjir bandang sebagai tamu tahunan yang merendam dan menyapu jalanan, sekolah, tempat ibadah, serta rumah tinggal kami.

Menyadari hal itu, sebuah yayasan kecil yang didirikan masyarakat di Desa Tongka tahun 2014 pernah mengajukan permohonan hak kelola hutan desa dan kemasyarakatan, khususnya untuk menyelamatkan sisa pohon Ulin. Namun, perjuangan kami karam ditelan kelamnya birokrasi Negeri ini.

Kami orang miskin, yang tersisa hanya niat untuk menyelamatkan hutan desa kami, di mana Sandung tempat tengkorak leluhur kami di simpan dipuncak gunung batu dan tebing tebing, tapi kami tidak memiliki akses dan kekuatan yang cukup untuk mencegah kerusakan semakin membesar.

Pada tahun 2015, ada oknum penduduk desa menebang kayu Ulin di wilayah yang sudah dipetakan. Kami laporkan kasus itu kepada yang berwajib, dan terjadi kesepakatan secara damai agar tindakan itu tidak diulang. Kesepakatan damai tersebut kami terima dengan kesadaran bahwa sebagai keluarga hendaknya tidak saling mempermalukan satu sama lain, yang utama adalah telah tercapainya kesepakatan demi keadaan yang lebih baik, seperti yang diharapkan oleh pendiri Yayasan, "Supaya lain hari, mereka yang menebang (Ulin) tidak gegabah. Agar sadar diri bahwa mereka telah jadi sejarah, sampai kita saling mengadu ke polisi. Dan kita juga masuk sejarah, telah memperjuangkan agar sisa hutan selamat. "

Namun, awal tahun 2018 ini mereka ingkar dan menebang ratusan pohon Ulin lagi. Sungguh, bukan hanya hati kami yang tersakiti, namun seluruh keluhuran pesan Alam, sejarah, dan masa depan dikhianati. Maka, bantulah kami Bapak Presiden. Mohon ijin, kiranya kami juga boleh menuliskan sejarah, bahwa kami adalah pihak yang tidak membiarkan penebangan ini terus terjadi sampai gundul hutan kami, sampai hilang semua Ulin dari tanah leluhur kami. Sekiranya Bapak Presiden mengintruksikan Bapak Kapolri untuk membantu kami menyadarkan sebagian warga dan aparat desa yang telah aniaya, dan juga mengingatkan Aparat Hukum agar tidak mengabaikan kasus ini karena pengaruh lingkaran cukong dan Aparat.

Bapak Presiden,

Kami telah melaporkan kasus penebangan ini ke Polisi Sektor Wilayah Kecamatan Gunung Timang, Kabupaten Barito Utara. Kami juga sudah melaporkan kepada Bupati Barito Utara.

Kini, kami melaporkan hal ini kepada Bapak sebagai pengayom seluruh aparat, pelayan publik, dan segenap warga negara ini, dengan harapan;

1. Agar kasus penebangan Ulin ini diproses secara hukum dengan tuntas dan transparan, sehingga semua oknum aparat sipil, pengusaha, pemerintah, maupun penegak hukum yang terlibat dapat menerima keadilan.

2. Adanya peninjauan terhadap aturan dan birokrasi yang menghambat upaya swadaya masyarakat lokal dalam mengelola hutan. Masyarakat lokal yang selama ini hidup bersama hutan dan paling merasakan konsekuensi dari kerusakan hutan tentu paling memahami kebutuhan kebaikan hutan tersebut.

3. Hendaknya pemerintah Pusat dengan keilmuan dan kekuasaannya, memberikan bantuan, baik secara material fisik maupun pelatihan teknis dan manajemen kepada masyarakat lokal agar mampu mengelola hutan dengan baik, sehingga memperoleh manfaat secara ekonomi, namun tidak membahayakan ekologi dan keseimbangan ekosistem sebagai pondasi kehidupan.

Demikian surat ini kami layangkan dengan cinta kepada Bapak Presiden Republik Indonesia. Terhatur salam hormat juga kepada Kapolri dan Menteri Kehutanan RI.

Hormat kami,

Masyarakat Desa Tongka

21 Februari 2018

0 Komentar

Lebih baru Lebih lama