-->

Ketua DPR RI : Caleg, Petugas TPS dan PPK Curang Bisa Dipidana

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo saat di wawancarai wartawan beberapa waktu lalu.
JAKARTA,TRIBUNUS.CO.ID - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan Panitia Pemungutan Suara di tempat-tempat pemungutan suara (TPS) agar senantiasa bekerja profesional, sesuai dengan ketentuan perundangan. Karena, di tangan Panitia di TPS lah muara pertumbuhan demokrasi Indonesia dipertaruhkan.

“Salah satu hal yang harus dilakukan KPU adalah menjalankan amanat. Pasal 391 Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Yakni Panitia Pemungutan Suara (PPS) wajib mengesahkan sertifikat hasil penghitungan suara dari seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) di wilayah pertarungan dengan cara menempelkan sebagaimana dimaksud di tempat umum, ”Ujar Bamsoet di Jakarta, Minggu (21/04/19) Kemarin.

Legislator Dapil VII Jawa Tengah yang memuat Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara dan Kebumen menambahkan, Pasal 508 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga memberikan persetujuan tegas. Setiap anggota PPS yang tidak menyetujui sertifikat hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah yang disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 391, dipidana dengan kekerasan kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

“Ketentuan tersebut mendukung agar rakyat dapat terpenuhi haknya dalam memperoleh informasi tentang Pemilu. Disisi lain dapat juga meminta akuntabilitas dan persetujuan kinerja setiap orang KPU di lapangan dari berbagai pencapaian. Tidak hanya itu, potensi menghilangkan kecurangan seperti penggelembungan atau penghilangan suara juga dapat diminimalisir, ”tandas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menuturkan, banyak modus penyelesaian kecurangan dalam Pemilu. Salah satu modus kecurangan yang kerap terjadi adalah antara caleg internal partai itu sendiri. Semisal, perburuan melalui persengkokolan, dapatkan pencatatan di C1 sebelum dikirim ke kecamatan atau PPK.

Modus pertama misalnya, disetujui suara di TPS yang diumumkan di C1 adalah 53 suara, tiba-tiba berubah menjadi 3 suara. Sementara 50 suara lagi tiba-tiba masuk ke caleg di sebelahnya ada satu partai yang semula hanya 7 suara tiba-tiba melonjak menjadi 57 suara.

“Begitu seterusnya di setiap-setiap TPS. Ini biasa disebut kecurangan melalui suara caleg satu partai. Praktik ini biasanya dilakukan dengan melakukan persekongkolan dengan petugas PPS di TPS-TPS yang sudah dikondisikan, ”kata Bamsoet.

Modus kedua, lanjutkan Dewan Pakar KAHMI ini, dengan melakukan penggelembungan suara atas nama caleg agar memperoleh suara tertinggi di partainya dengan menggeser suara partai ke atas meminta atas nama caleg. Praktik kecurangan ini kerap luput dari pemilihan caleg satu partai lain yang sangat dirugikan.

"Modus inipun tidak dapat dilakukan tanpa kerjasama atau memutar persekongkolan dengan petugas PPS dan pemilihan partai yang telah dikondisikan oleh oknum caleg tersebut," tambah Bamsoet.

Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menyetujui, memenangkan partisipasi politik dalam memberikan hak suaranya yang mencapai 80 persen, harus dijaga kesuciannya oleh KPU. Jangan sampai kecurangan-kecurangan antar caleg yang dioperasikan dengan oknum petugas PPS tersebut dibiarkan. Penegak hukum atau polisi juga memastikan untuk menjerat oknum PPS dan oknum caleg yang kompatibel dengan artikel yang mendukung pemilu.

“Kekuatan demokrasi Indonesia yang terkait dengan partisipasi politik yang tinggi, netralitas TNI, Polri dan profesionalitas KPU, serta partai politik yang terus menunjukkan peningkatan keadilannya dalam menjalankan pemilihan umum yang jujur,” pungkas Bamsoet.

Pewarta : rn

0 Komentar

Lebih baru Lebih lama