-->

Menentukan sikap Hidup dan arah Yang Seharusnya Menjadi Pilihan





Tribunnus-Seolah-olah hidup ini akan berlangsung selama-lamanya. Padahal kenyataannya tidak demikian itu, yakni sebenarnya hanya sebentar saja. Jika suatu saat berkumpul banyak orang, misalnya ketika sedang di masjid, di pasar, di lingkungan tetangga, atau di mana saja, pasti tidak banyak yang berumur lebih dari 90 tahun. Mereka yang berumur lanjut itu bukan karena malas bergaul, tetapi memang sudah tidak ada lagi. Sebelum umur 90 tahun, kebanyakan orang sudah meninggal.

Seharusnya orang berpikir realistis, bahwa sebenarnya hidup ini waktunya memang pendek. Bekal yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup juga tidak terlalu banyak. Seharusnya tidak perlu berlebih-lebihan. Namun demikian, manusia selalu memiliki sikap tamak atau serakah, menyenangi harta, berkeinginan selalu lebih dibanding orang lain, tidak pernah puas dengan berapa dan apapun yang dimiliki, sombong, dan seterusnya. Itulah sifat manusia pada umumnya, tanpa terkecuali.

Untuk memenuhi nafsunya yang besar dan tidak terbatas itu, manusia ternyata mau melakukan apa saja, tidak terkecuali perbuatan yang dilarang, tidak pantas, hina, dan atau juga tercela. Mereka tahu bahwa perbuatan dimaksud akan menyengsarakan dan merendahkan harkat serta martabatnya, tetapi perbuatan itu masih saja dilakukan. Atas kesalahannya itu, mereka diadili dan juga dihukum. namun tidak menjadi jera. Buktinya, keluar dari hukuman, ada saja yang segera melakukan kejahatan lagi.

Dalam menjalani hidup yang singkat itu, banyak orang mengejar harta tanpa batas, kekuasaan, pengaruh, kepintaran, dan lain-lain. Padahal semua itu belum tentu akan dimanfaatkan atau sekedar diketahui kegunaannya. Mereka mengetahui bahwa apa yang diusahakan tersebut tidak akan dibawa hingga mati. Jangankan sudah mati, sementara masih dalam keadaan tidur saja, kelebihan yang diperolehnya itu tidak diketahui dan dirasakan. Orang kaya ketika sedang tidur, maka tidak akan mengetahui kekayaan dan apalagi kegunaannya. Sepintar apapun seseorang ketika sedang tidur juga tidak kelihatan hebat.

Banyak orang mengira bahwa kelebihannya akan menyelamatkan dirinya. Padahal bisa jadi pada kenyataannya justru sebaliknya. Bahwa dengan kekayaan yang dimiliki, orang bisa menjadi celaka. Demikian pula kekuasaan, pengaruh, dan bahkan dengan kepintarannya sekalipun. Dengan kekayaan dan kelebihan yang dimiliki, seseorang justru menjadi bertambah kebingungan, gelisah, galau, dan khawatir semua itu berkurang.

Gambaran tersebut menunjukkan bahwa tidak semua orang mengerti makna kehidupan yang sedang dijalaninya. Mereka mengira bahwa hidup harus sukses dan berhasil dengan ukuran yang amat sederhana, yaitu sekedar diukur dari jumlah harta, jabatan, kekuasaan, pengaruh, kepintaran, dan sejenisnya. Padahal yang lebih pokok dan terpenting dari semua itu adalah keselamatan, baik di dunia maupun di akherat kelak.

Keselamatan bukan perkara gampang untuk diraih, apalagi keselamatan yang bersifat hakiki atau sebenarnya. Keselamatan bukan terletak pada jumlah kekayaan yang bersifat material, melainkan justru yang bersifat immaterial, yaitu apa yang ada di dalam hati setiap orang. Manakala seseorang berhasil menjaga keimanan, akhlak, dan amal shaleh, itulah bekal untuk meraih keselamatan. Kekayaan itu akan lahir dari hati yang bersih.

Penjelasan tersebut tidak ingin mengajak berpandangan bahwa kekayaan yang bersifat material tidak penting dijadikan bekal menjalani kehidupan yang singkat ini. Adalah penting, tetapi semua itu harus digunakan secara tepat. Selain itu, dalam mencari kekayaan yang bersifat material tidak seharusnya mengganggu tujuan hidup yang sebenarnya. Manakala di dalam usia yang singkat, manusia berhasil menjaga hati atau iman yang diamanahkan oleh Tuhan kepadanya, maka akan diraih keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki. Namun, rupanya banyak orang tidak selalu mengerti makna hidup yang sedang dijalani dan atau mengetahui tetapi mungkin saja lupa. Wallahu a'lam.( Yn/Kr ).

0 Komentar

Lebih baru Lebih lama